Matahari nampak tak ceria seperti biasanya. Awan gelap mulai menutupi cakrawala penghias pagi. Titik-titik air mulai berjatuhan membasahi jagat raya. Cuaca pagi ini tak ubahnya dengan perasaan Tania. Tania terlihat sangat sedih. Ia tak kuasa menahan derai air mata. Rasa sesak, perih, pengat bergelut menjadi satu di dalam hati Tania. Tania terlihat seperti orang yang tak mempunyai semangat untuk hidup.
Ini adalah yang pertama kalinya Tania kehilangan seseorang yang paling ia cintai yaitu ibunya. Sang malaikat telah menjemput ibu tercintanya tepat jam 1 pagi. Dan hari ini ibu Tania akan dimakamkan di pemakaman umum. Suasana duka menyelimuti rumah Tania. Tak hanya air mata Tania yang bercucuran, seluruh keluarga Tania juga ikut merasakan kepedihan yang dirasakan Tania. Namun satupun dari teman-teman Tania belum ada yang tahu cobaan besar sedang menimpa Tania.
Saat Tania memandangi ibunya yang terbujur kaku, tiba-tiba telpun Tania berdering,Tania langsung mengambil telpunnya.
“Halo…………” sapa Tania dengan suara yang sangat kecil dan tersendak-sendak seperti habis menangis.
“Halo Tania,kamu kenapa Tan?” Seorang wanita menjawab sapaan Tania. Ternyata itu adalah Wiwik, sahabat Tania.
“Aku sedih Wik” Sahut Tania sambil menangis.
“Apa yang terjadi denganmu Tania? dan mengapa hari ini kamu tidak hadir ke sekolah tanpa memberi informasi?” Wiwik bertanya dengan penuh kehawatiran.
“Ibuku Wik, ibuku………..” Jawab Tania.
“Iya ada apa dengan ibumu?” Wiwik bertanya lagi dengan penuh penasaran dan kehawatiran.
“Ibuku telah tiada,ia pergi meninggalkan ku untuk selamanya. Aku tak kuasa menahan cobaan ini Wik……….”
Tiba-tiba tut tut tut……. terdengar dari telpun Wiwik. Wiwik mencoba menghubungi Tania lagi, tapi tida bisa. Karena baterai telpun Tania habis, dan Tania belum sempat untuk mengisinya.
Wiwik termenung saat pelajaran sedang berlangsung. Beberapa jam kemudian bel istirahat berbunyi. Wiwik segera menginformasikan kepada teman-temannya tentang musibah yang menimpa Tania. Teman-teman Tania terkejut mendengar informasi dari Wiwik. Dan mereka sepakat untuk melayat ke rumah Tania pulang dari sekolah. Setibanya mereka di rumah Tania,mereka segera menjumpai Tania. Tania memeluk Wiwik dengan erat sambil menangis. Wiwik dan teman-teman Tania yang ikut melayat, tak kuasa menahan derai air mata. Mereka ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Tania. Mereka juga ikut menghantarkan ibu Tania ke pemakaman umum.
…
Tiga hari telah berlalu, Tania juga belum terlihat hadir di sekolah. Namun keesokan harinya Tania mulai terlihat di sekolah. Tania masih terlihat sangat sedih saat berjumpa dengan teman-temannya. Saat menerima pelajaran, Tania tidak berkosentrasi. Tania yang selalu semangat menerima pelajaran dan selalu aktif menjawab pertanyaan guru, tidak berlangsung di dalam kelas Tania. Tania hanya termenung saja, pikiran Tania melayang entah kemana. Saat waktu istirahat tiba, teman-teman Tania berusaha menghibur Tania. Namun usaha dari teman-teman Tania sia-sia. Karena tak sedikitpun senyum terpancar dari bibir Tania.
…
Satu minggu telah berlalu, senyum ceria belum terlihat dari wajah Tania. Tania yang selalu ceria, senang bercanda kini seakan-akan hilang dari hidup Tania. Wiwik merasa sangat sedih melihat sahabatnya menjalani hari-harinya dengan penuh kesedihan. Kemudian Wiwik menghampiri Tania untuk memberi motivasi kepada Tania.
“Tania……….” Wiwik memanggil Tania sambil memegang bahu Tania. Namun Tania hanya terdiam saja. Tania tidak membalas sapaan dari Wiwik.
“Aku mengerti dengan perasaan mu Tania, tapi janganlah cobaan ini engkau jadikan hambatan untukmu dalam menjalani hidup ini. Tapi jadikanlah cobaan ini sebagai panutan dalam hidupmu agar kamu bisa berpikir lebih dewasa lagi”. Wiwik berusaha memberikan motivasi kepada Tania. Namun Tania tetap saja terdiam, sedikitpun Tania tak menanggapi masukan dari Wiwik.
“Ibumu pasti sedih melihat anaknya yang menjalani hari-harinya seperti ini. Kamu egois Tania, sikapmu yang seperti ini seolah-olah menyalahkan ibumu yang tak kasihan kepadamu, saat ia pergi meninggalkanmu untuk selama-lamanya. Ingatkah kamu saat ibumu merintih kesakitan ketika penyakit kankernya kambuh? Tegakah kamu melihat ibumu yang selau menjalani hidupnya dengan penuh kesakitan? Tak pernahkah kamu berpikir, jika ibumu akan merasa lebih baik berada dekat di sisi-Nya? Aku harap kamu mengerti dengan apa yang aku katakan” Kata Wiwik sambil meninggalkan Tania. Hati Tania merasa bergetar setelah mendengar kata-kata dari Wiwik. Namun Tania hanya memandangi Wiwik yang berjalan menjauhi Tania.
Kata-kata Wiwik di sekolah selalu terngiang-ngiang di telinga Tania. Sambil memandangi poto ibunya, Tania teringat dengan suara rintihan ibunya ketika penyakit kankernya menggeregoti tubuh ibunya. Tania sadar bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu yang kekal. Setiap mahkluk hidup yang datang dari-Nya pasti akan kembali kepada-Nya. Meski sekarang tak ada lagi ibu yang selalu memanjakannya, ibu yang selalu menjadi tempat curahan hatinya. Tapi Tania tahu, ia hidup tidak hanya sendiri. Ia masih mempunyai keluarga dan teman-teman yang selalu menyayanginya. Nasihat-nasihat Wiwik seakan-akan memberikan motivasi baru kepada Tania untuk menjalani hari-harinya seperti dulu lagi.
“Selamat jalan ibu, kasih dan sayangmu akan ku kenang sepanjang hidupku” Bisik Tania dalam hati.
OLEH: NI PUTU DARMAYANTI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar